Januari 18, 2013

Mengenal Tradisi Perkawinan Jawa (2/3)

Sebelum Hari Pernikahan

Siraman
Satu hari sebelum hari pernikahan acara akan dimulai dengan acara siraman. Siraman berasal dari kata siram yang berarti mandi. Kedua calon mempelai akan dimandikan dengan maksud untuk disucikan. Upacara siraman ini dilakukan di rumah orang tua masing-masing dan dapat dilakukan di dalam rumah atau di halaman rumah.

Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum upacara siraman dilakukan, yaitu:
  1. Daftar orang yang akan memandikan. Selain orang tua calon mempelai maka orang yang dianggap pinisepuh oleh keluarga besar juga bisa masuk dalam daftar.
  2. Sejumlah barang diantaranya tempayan berisi air, kembang setaman, handuk, kendi berisi air.
  3. Sesajen yang lebih dari sepuluh macam juga seekor ayam jago. Sesajen ini juga kemudian dapat digunakan untuk sesajen upacara ngerik yang dilakukan setelah upacara siraman.
  4. Air yang dikirim dari pihak calon mempelai wanita. Air suci perwitosari (sari kehidupan). Air tersebut sudah dicampur denga beberapa macam bunga dan air ini akan di campurkan dengan air yang digunakan untuk memandikan calon mempelai pria.
Setelah orang tua dan pinisepuh memandikan calon mempelai maka yang terakhir memandikan adalah sang pemaes. Pemaes memandikan calon mempelai dengan air dari sebuah kendi, setelah kendi kosong maka pemaes dan seorang pini sepuh akan membanting kendi kelantai sambil berucap ‘wis pecah pamore’. Kalimat itu berarti calon mempelai yang cantik atau gagah sekarang sudah siap untuk menikah. Setelah prosesi memandikan selesai, maka calon mempelai dikenakan kain batik motif grompol dan ditutup tubuhnya dengan kain batik motif nagasari. Setelah upacara siraman, calon mempelai wanita bersiap untuk upacara ngerik.
Adol dhawet
Upacara ini dilaksanakan setelah siraman dan hanya dilakukan di rumah calon mempelai wanita. Adhol dhawet dilakukan oleh kedua orang tua mempelai wanita. Ibu calon mempelai wanita menjual sambil dipayungi oleh bapak calon mempelai wanita. Para tamu membeli dengan menggunakan uang pecahan genting (kreweng). Upacara ini mengandung harapan agar nanti pada saat upacara panggih dan resepsi, banyak tamu dan rezeki yang datang.
Upacara Ngerik
Upacara ngerik adalah prosesi pengerikan rambut-rambut kecil diwajah calon mempelau wanita oleh pemaes, kemudian rambut calon mempelai wanita diasapi dengan ratus atau dupa. Berikutnya calon mempelai wanita akan dirias dan mengenakan kebaya yang dipadu dengan kain batik motif sidomukti dan sidoasih. Kedua motif kain itu sebagai simbol sang mempelai wanita akan hidup makmur dan dihormati oleh sesama.
Prosesi selanjutnya yaitu orang tua calon mempelai wanita akan memberikan suapan (makan) terakhir bagi sang anak karena setelah pernikahan calon mempelai wanita akan menjadi tanggung jawab sang suami.
Upacara Midodareni
Pada malam hari dilangsungkan upacara midodareni di rumah calon mempelai wanita. Pada malam ini calon mempelai pria beserta keluarga dekat berkunjung ke rumah calon mempelai wanita.

Di rumah, calon mempelai wanita telah dirias cantik bagai widodari (dewi dari kayangan). Dalam tradisi jawa dipercaya bahwa pada malam itu calon mempelai putri ditemani oleh dewi-dwei cantik dari kahyangan. Untuk itu calon mempelai wanita harus berada dalam kamar dan tidak boleh tidur, dimulai dari jam enam sore sampai tengah malam. Terkadang beberapa sesepuh akan menemani sambil memebrikan wejangan/ nasehat. Kecuali calon mempelai pria, keluarga calon mempelai pria yang datang pun boleh menengoknya. Dikamar calon mempelai wanita ini juga diberi beberapa sesajen yang khusus disiapkan untuk acara midodareni. Diantaranya sebelas macam makanan dan barang serta tujuh macam barang lainnya.
Srah-srahan atau Peningsetan
Pada malam midodareni, biasa juga dilakukan upacara srah-srahan atau peningsetan. Peningsetan berasal dari kata singset yang artinya mengikat erat. Dapat disebut juga sebagai komitmen untuk menikah antara kedua calon mempelai dan kedua pihak keluarga. Pada upacara ini pihak keluarga pria memberikan beberapa barang berupa:

  1. Cincin emas, simbol cinta kedua calon mempelai abadi tidak terputus sepanjang hidup.
  2. Seperangkat busana untuk calon mempelai wanita, beberapa kain batik dengan motif bersimbolkan kebahagiaan hidup. Setartakan juga sebuah stagen, ikat pinggang kain putih yang besar dan panjang, sebagai simbol kuatnya tekad.
  3. Seperangkat perhiasan, simbol calon mempelai wanita akan selalu berusaha untuk tetap bersinar.
  4. Makanan tradisional diantaranya jadah, lapis, wajik, jenang (semuanya terbuat dari beras ketan). Simbol harapan cinta kedua calon pengantin agar selalu lengket selama-lamanya.
  5. Buah-buahan, simbol agar cinta mereka menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
  6. Daun sirih/ suruh ayu, daun ini muka dan punggungnya berbeda rupa, tetapi kalau digigit sama rasanya. Simbol satu hati, berbulat tekad tanpa harus mengorbankan perbedaan.
  7. Uang/ Asok tukon, sebagai simbol sumbangan untuk pelaksanaan upacara pernikahan.

Dalam tradisi perkawinan Surakarta, ketika acara seserahan selesai dan rombongan calon mempelai pria berpamitan pulang, maka pihak tuan rumah/ keluarga calon mempelai wanita akan memberikan angsul-angsulan. Beberap yang diberikan yaitu buah-buahan, kue-kue dan seperangkat pakaian calon mempelai pria yang akan di pakai pada acara pernikahan. Pada tradisi perkawinan Yogyakarta, tidak ada pemberian angsul-angsulan.

Setelah prosesi srah-srahan, bisanya acara akan berlajut dengan ramah tama dan makan bersama. Namun calon mempelai pria hanya boleh meminum segelas air yang disuguhi, ia tidak boleh makan atau minum yang lainnya. Ini sebagai simbol untuk melatih kesabaran sebagai seorang suami dan kepala keluarga.
Nyantri
Setelah upacara midodareni, calon mempelai pulang bersama keluarganya. Namun untuk segi kepraktisan dan keamanan acara esok harinya, sang calon mempelai pria dapat tetap tinggal di rumah calon mempelai wanita. Ini disebut dengan nyantri, tentu hal ini dapat dilakukan dengan kesepakatan dengan pihak keluarga calon mempelai wanita. Nyantir adalah penyerahan tanggung jawab atas calon mempelai pria kepada orang tua calon mempelai wanita.

Selama berada di rumah calon mempelai wanita, kedua calon mempelai tetap tidak boleh bertemu. Saat tengah malam, calon mempelai pria dapat dipersilahkan untuk makan dan kemudian beristirahat.

Bersambung ke tulisan Tradisi Perkawinan Jawa 03 

0 comments:

Posting Komentar

 
Support: Contact us | Facebook | Sitemap
Copyright © 2011. Jogja Wedding House - All Rights Reserved

Proudly powered by Blogger