Januari 18, 2013

Mengenal Tradisi Perkawinan Jawa (3/3)

Pelaksanaan Pernikahan

Pengesahan perkawinan dilakukan dengan agama yang dianut oleh kedua mempelai. Dapat dilakukan sesuai dengan agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, konghucu dan juga Aliran Kepercayaan. Untuk yang terakhir ini juga sudah diakui oleh negara (UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Upacara Panggih atau Temu Penganten
Upacara ini dilakukan setelah perkawinan telah disahkan. Menurut tradisi Jawa, upacara panggih atau temu penganten dilaksanakan dirumah orang tua mempelai wanita. Namun kini untuk praktisannya upacara ini dilakukan ditempat resepsi pernikahan. Upacara dimulai dengan mempelai pria diantar oleh para saudaranya (tanpa kedua orang tua) sampai ke depan pintu rumah mempelai wanita. Sementara mempelai wanita beserta para saudaranya dan orang tua menyongsong rombongan mempelai pria.

Selain keluarga mempelai wanita, terdapat juga juga dua gadis kecil/ patah yang berdiri di depan mempelai wanita, dua anak laki-laki muda atau dua orang ibu yang masing-masing membawa rangkaian bunga yang disebut kembar mayang. Kemudian salah seorang pengiring mempelai pria akan menyerahkan Sanggan kepada ibu mempelai wanita sebagai simbol penghormatan penyelenggaraan upacara perkawinan. Sanggan adalah buah pisang yang ditaruh diatas nampan dan terbungkus rapi dengan daun pisang. Sedangkan kembar mayang akan dibawa keluar rumah dan dibuang diperempatan jalan yang dekat rumah/ tempat resepsi berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar upacara berjalan selamat tanpa gangguan apapun.

Pada saat kedua mempelai bertemu dan berhadapan, keduanya akan saling melempar ikatan daun sirih yang telah diisi dengan kapur sirih. Ini yang disebut ritual balangan suruh. Dalam tradisi jawa, daun sirih dipercaya mempunyai kekuatan untuk mengusir roh jahat. Melempar daun sirih dilakukan untuk memastikan kedua mempelai adalah asli dan bukan palsu.

Prosesi dilanjukan dengan melakukan ritual wiji dadi, diawali dengan mempelai pria menginjak sebuah telur ayam dengan kaki kanan, kemudian kaki tersebut dibasuh oleh mempelai wanita. Ritual ini sebagai simbol bahwa rumah tangga yang dipimpin seorang suami yang bertanggung jawab dengan istri yang baik, akan menghasilkan hal yang baik termasuk pula keturunan.

Di daerah Yogyakarta, versi ritual ini agak berbeda. Setelah telapak kaki kanan mempelai pria dibasuh dengan air oleh mempelai wanita. Pemaes sebagai pembimbing upacara akan memegang telur ayam kampung dengan tangan kanan, kemudian ujung telur ditempelkan pada dahi mempelai pria dan kemudian pada dahi mempelai wanita. Setelah itu telur dipecahkan diatas tumpukan bunga yang berada diantara kedua mempelai. Ini sebagai simbol dari kemantapan kedua mempelai dalam satu pikiran, saling kasih untuk membina rumah tangga bahagia sejahtera dan menghasilkan keturunan yang baik.
Ritual Kacar Kucur atau Tampa Kaya
Pada saat ini biasanya upacara dilangsungkan di krobongan atau di pelaminan. Ritual kacar kucur ini menggambarkan sang suami memberikan seluruh penghasilannya kepada istri. Dalam ritual ini yang di berikan sang suami adalah kacang, kedelai, beras, jagung, nasi kuning, dlingo bengle, beberapa macam bunga dan uang logam dengan jumlah genap. Sang istri menerima dengan selembar kain putih dan ditaruh diatas selembar tikar tua yang diletakkan diatas pangkuannya. Sebagai simbol bahwa istri akan menjadi ibu rumah tangga yang baik dan berhati-hati.
Ritual Dhahar Klimah atau Dhahar Kembul
Disaksikan keluarga, mempelai akan makan bersama, saling menyuapi. Mempelai pria membuat tiga kepal nasi kuning dengan lauknya berupa telor goreng,tempe, kedelai, abon, ati ayam. Lalu menyuapkan kepada mempelai wanita dan begitu pula yang dilakukan oleh mempelai wanita. Sesudah itu acara makan bersama diakhiri dengan minum teh manis bersama. Prosesi ini sebagai simbol bahwa mulai saat ini keduanya akan menggunakan dan menikmati bersama apa yang mereka punyai.
Mertui atau Mapag Besan
Kedua orang tua mempelai wanita akan menjemput kedua orang tua pempelai pria didepan rumah. Jika ritual dilakukan di tempat berlangsungnya resepsi maka kedua orang tua mempelai pria di jemput di depan pintu ruangan resepsi. Mereka akan dipersilahkan masuk ke rumah/ ruangan tempat upacara. Saat masuk mereka akan berjalan bersama menuju ketempat upacara. Para ibu berjalan didepan, para bapak mengiringi dari belakang. Kedua orang tua mempelai pria didudukkan di sebelah kiri kedua mempelai dan orang tua mempelai putri duduk disebelah kanan kedua mempelai.
Upacara Sungkeman
Mempelai melakukan sungkem kepada kedua belah pihak orang tua. Mulai dengan orang tua mempelai wanita kemudian kepada orang tua mempelai pria. Sungkem merupakan bentuk penghormatan kepada orang tua .

Sungkem dilakukan dengan posisi jongkok, kedua telapak tangan menyembah dan mencium lutut yang di-sungkemi. Keris yang dipakai mempelai pria harus dilepas terlebih dahulu sesudah selesai sungkem ,keris dikenakan kembali.
Pada saat ritual sungkem orang tua memberikan restunya agar keduanya menempuh hidup rukun, sejahtera. Selain itu corak pakaian yang dikenakan oleh para orang tua pengantin sudah menyiratkan restu. Dapat dilihat dari kain batik yang dikenakan yang polanya truntum, artinya punyailah rejeki yang cukup selama hidup. Ikat pinggang besar yang namanya sindhur dengan pola gambar dengan garis yang melekuk-lekuk, artinya orang tua mewanti-wanti kedua anaknya supaya selalu bertindak hati-hati, bijak dalam menjalani kehidupan di dunia.

Pada waktu lampau, ritual tampa kaya, dhahar kembul dll, dilakukan didepan krobongan yang ada disenthong tengah (Ruang tengah rumah kuno yang biasa dipakai untuk melakukan sesaji). Pada masa kini, ritual tersebut tetap diadakan meskipun digedung pertemuan atau hotel. Oleh karena itu dekorasi dibelakang kursi temanten adalah ukiran kayu yang berbentuk krobongan.

Upacara-upacara diatas adalah tradisi yang berlaku di daerah Yogyakarta, di Surakarta dan lainnya masih ada tambahan ritual yaitu:
Sindhur Binayang
Sesudah ritual Wiji Dadi, ayah mempelai wanita berjalan didepan kedua temanten menuju ke kursi mempelai didepan krobongan, sedangkan ibu mempelai putri berjalan dibelakang kedua temanten, sambil menutupi pundak kedua pengantin dengan kain sindhur. Ini melambangkan, sang ayah menunjukkan jalan menuju ke kebahagiaan, sang ibu mendukung.
Timbang
Kedua mempelai bersama-sama duduk dipangkuan ayahanda mempelai wanita. Sesudah menimbang-nimbang sejenak, ayahanda berkata: Sama beratnya, artinya ayah mencintai keduanya, sama, tidak dibedakan.
Tanem
Selanjutnya, ayah mendudukkan kedua mempelai dikursi pelaminan. Itu untuk memperkuat persetujuannya terhadap perkawinan itu dan memberikan restunya.
Bubak Kawah
Ayah mempelai wanita, sesudah upacara Panggih, minum rujak degan/ kelapa muda didepan krobongan. Istrinya bertanya : Bagaimana Pak rasanya? Dijawab : Wah segar sekali, semoga orang serumah juga segar. Lalu istrinya ikut mencicipi minuman tersebut sedikit dari gelas yang sama, diikuti anak menantu dan terakhir mempelai wanita. Ini merupakan perlambang permohonan supaya pengantin segera dikaruniai keturunan.
Tumplak Punjen
Ritual ini dilakukan oleh orang tua yang mengawinkan putrinya untuk terakhir kali. Tumplak artinya menuang atau memberikan semua, punjen adalah harta orang tua yang telah dikumpulkan sejak mereka berumah tangga.

Dalam ritual ini, orang tua didepan krobongan, memberikan miliknya( punjen) kepada semua anak-anak dan keturunannya. Secara simbolis kepada masing-masing diberikan sebuah bungkusan kecil yang berisi bumbu-bumbu,nasi kuning, uang logam dari emas, perunggu dan tembaga dll.

Dengan mengadakan tumplak punjen, orang tua ingin memberi teladan kepada anak keturunannya,bahwa mereka sudah purna tugas dan supaya generasi penerus selalu menyukuri karunia Tuhan dan mampu melaksanakan tugas hidupnya dengan baik dan benar.
Tukar Kalpika
Pengantin melakukan tukar cincin sebagai tanda kasih dan keterikatan suami istri yang sah.
Resepsi Perkawinan
Sesudah seluruh rangkaian upacara tradisi perkawinan selesai, maka resepsi perkawinan dapat dimulai. Biasanya dengan diapit kedua belah pihak orang tua, kedua mempelai menerima ucapan selamat dari para tamu. Dalam acara resepsi, hadirin dipersilahkan menyantap hidangan yang sudah disediakan, sambil beramah tamah. Ada kalanya, sebelum resepsi dimulai, ditampilkan dipentaskan fragmen tari Jawa klasik yang sesuai untuk perkawinan seperti fragmen Pergiwo Gatotkaca atau tari Karonsih, yang melukiskan hubungan cinta kasih wanita dan pria.
Upacara Perkawinan di Karaton
Pada masa kini, upacara perkawinan adat di karaton dan luar karaton, pada intinya sama. Hanya saja di Karaton masih ada lagi ritual yang biasanya tidak dilakukan diluar, antara lain:
Ngapeman
Dikaraton Ngayogyakarta, sebelum malam midodareni, Sri Sultan Hamangubuwono X dan permaisuri dibantu oleh beberapa putri karaton dan wanita abdi dalem, membuat kue apem di Bangsal Keputren.
Tantingan
Sri Sultan Hamangkubuwono X didampingi permaisuri, sebelum pelaksanaan Ijab, menanyakan kepada putrinya yang akan menikah, apakah benar-benar menghendaki untuk dinikahkan dengan calon mempelai pria.
Kelompok “edan-edanan”
Dalam prosesi pernikahan di Karaton Surakarta dan Yogyakarta, yaitu ketika mempelai dan rombongan pengiring berjalan menuju pelaminan. Iring-iringan dipimpin oleh seorang Suba Manggala sebagai cucuk lampah, pembuka jalan yang melangkahkan kaki dengan gerak tari mengikuti iringan gamelan. Dibelakang pengantin yang bergandengan tangan, berjalan dua gadis kecil yang disebut patah. Diikuti beberapa penari yang menari menghibur hadirin. Urutan berikutnya adalah orang tua kedua mempelai dan para saudara/ i.

Pada prosesi pengantin di karaton Jogja dan Solo, masih ada rombongan tambahan, yaitu kelompok “edan-edanan” ( edan artinya gila), yang terdiri dari beberapa orang cebol, berbadan tidak normal dengan riasan aneh dan mencolok menari dengan gerakan lucu. Kelompok edan-edanan ini sebagai penolak bala, mengusir semua gangguan berujud apapun.
Disengker
Calon mempelai di karaton, beberapa hari sebelumnya diharuskan sudah berada dilingkungan karaton dan tidak boleh keluar, istilahnya disengker.

***

0 comments:

Posting Komentar

 
Support: Contact us | Facebook | Sitemap
Copyright © 2011. Jogja Wedding House - All Rights Reserved

Proudly powered by Blogger